Agribsinis Pangan

AGRIBSINIS PANGAN 
KOMODITAS TOMAT

A.    Subsistem Agribisnis Tomat (Hulu-Hilir)
Input Komoditas Tomat

Pengadaan sarana produksi sebagai input dalam proses produksi usaha tani antara lain : bibit tanaman, pupuk, peralatan, dan perlengkapan baik untuk kegiatan pra panen maupun kegiatan produksi dan pasca panen. Dalam pengembangan agribisnis sayuran, sarana produksi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Menurut Said (2007) Untuk mencapai eficiency input- input sarana produksi harus ada pengorganisasian dalam penerapan sub sistem ini yaitu penerapan jumlah, waktu, tempat dan tepat biaya serta mutu sehingga ada optimasi dari penggunaan input-input produksi. Meningkatnya produksi dan pendapatan petani bila didukung adanya industri-industri agribisnis hulu yakni indutri-industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertaniaan (the manufacture and distribution of farm supliies) seperti industri agro-kimia ( industri pupuk, industri pestisida, obat-abatan hewan) industri alat pertaniaan dan industri pembibitan/ pembenihan.

Onfarm Komoditas Tomat
Tanaman tomat ( Lycopersicum esculentum Mill ), merupakan  salah satu komoditas tanaman yang  dapat  tumbuh  di daratan rendah sampai daratan tinggi. Sehingga tanaman ini sudah banyak di tanam di berbagai jenis dan kondisi tanah, dan hampir setiap hari produksinya di butuhkan oleh  masyarakat.
Syarat Tumbuh :
-Tomat dapat ditanam di dataran rendah/dataran tinggi
-Tanahnya gembur, porus dan subur, tanah liat yang sedikit mengandung  pasir dan pH antara 5 -6
-Curah hujan 750
-1250 mm/tahun, curah hujan yang tinggi dapat menghambat persarian.
-Kelembaban relatif yang tinggi sekitar 25% akan merangsang pertumbuhan tanaman yang masih muda karena asimilasi CO2 menjadi lebih baik melalui stomata yang membuka lebih banyak, tetapi juga akan merangsang mikroorganisme pengganggu tanaman dan ini berbahaya bagi tanaman.
Berikut adalah proses on farm fari tomat:
1. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan dengan cara dicangkul atau dibajak secara merata kemudian lahan dibiarkan selama satu minggu untuk mematangkan tanah, satu minggu setelah pengolahan lahan, dibuatlah bedengan-bedengan untuk media tanam dengan ukuran lebar bedeng antara 120-130 cm sedangkan panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan.  Untuk penggunaan ukuran lebar bedengan tersebut digunakan oleh seluruh petani yang ada di lokasi penelitian.
2.      Penyemaian
Untuk memudahkan perawatan, biji yang sudah mendapat perlakuan fungisida, disemaikan dalam wadah yang terbuat dari kotak kayu, polibag, pot bunga dan sebagainya.  Biji disebar merata diatas pesemaian berupa tanah yang bersih yang sudah diayak dan dicampur dengan pasir bersih serta pupuk kandang (perbandingan 1:1:1).  Kemudian ditutup dengan tanah yang dilewatkan melalui sebuah ayakan, tidak tebal tetapi asal dapat menutup media.  Media untuk pesemaian ini dipilih yang mempunyai aerasi baik, subur dan gembur, maka akar akan tumbuh lurus dan memudahkasn pemindahan bibit ke polibag pembesaran.
3. Pemupukan Dasar
Pemupukan dasar dilakukan setelah bedengan telah siap. Pupuk dasar yang digunakan antara lain, kapur, pupuk kandang, ponska, dan KCL. Pupuk diberikan secara bersamaan sebelum dilakukan pemasangan rnulsa, untuk luas lahan 0,4 ha kapur, pupuk kandang, ponska, dan KCL. Pemupukan dilakukan dengan cara ditabur secara merata di atas bedengan yang kemudian dicangkul kembali dengan halus agar pupuk yang ditabur dapat tercampur dengan sempurna.  Semua responden di lokasi penelitian menggunakan pupuk kandang, KCl, kapur dan Mutiara, sedangkan pada pupuk Ponska hanya digunakan 11 responden dan pada pupuk Tensil Organik  hanya digunakan 8 responden.
Cara pemupukan di lokasi penelitian dilakukan secara terus menerus dan takaran pupuk disesuaikan dengan usia tanamannya.  Sebelum menabur pupuk terlebih dahulu dibuat tanaman itu dengan batang tanaman sebagai pusat lingkaran.  Garis tengah lingkaran selalu berubah-ubah mengikuti pertumbuhan tajuk tanaman.  Dengan demikian, makin bertambahnya usia tanaman maka makin lebar tajuknya, maka makin besar pula lingkaran yang mengelilingi tanaman itu untuk menabur pupuk.  Sesudah pupuk ditabur merata di dalam rorakan selanjutnya ditutup kembali dengan tanah.
Mengenai dosis/takaran pemupukan belum ada ke-tentuannya.  Kebanykan petani cukup melakukan pemupukan secara umum saja, yaitu sekedar memberi pupuk organik (pupuk kandang) atau pupuk hijau (yang kebetulan tumbuh di sekitar kebun).  Sampai kini, berapa banyak takaran pupuk dan apa yang dibutuhkan belum ada kepastiannya.
4. Pemasangan Mulsa
Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi budidaya tanaman, telah diperkenalkan dengan teknik kultur sistem mulsa plastik, terutama MPHP.  Berdasarkan hasil-hasil penelitian di lapangan, sistem pemulsaan ini berpengaruh baik terhadap peningkatan kuantitas dan kualitas hasil tomat.  Penggunaan mulsa plastik hitam perak sebagai mulsa lebih praktis dibanding dengan penggunaan sisa-sisa tanaman yang telah mati atau jerami.  Penggunaan mulsa plastik dibanding lebih praktis, karena mudah didapat, mudah penggunaannya sehingga lebih menghemat biaya pada musim tanam berikutnya. Pemasangan mulsa dilakukan pada saat bedengan benar-benar sempurna, mulsa yang digunakan adalah jenis mulsa plastik hitam perak, pemasangan mulsa bertujuan untuk menjaga tingkat kelembaban media tanam, menekan pertumbuhan gulma, mengurangi tingkat serangan hama dari penyakit tanaman. Semua responden yang ada di lokasi penelitian melakukan pemasangan mulsa.
5. Pembuatan lubang tanam
Setelah persiapan lahan pertanaman rampung/selesai pekerjaan selanjutnya pada areal pertanaman adalah mempersiapkan lubang tanam.  Pembuatan lubang tanam dilakukan satu minggu sebelum penanaman bibit.
Lubang tanam dibuat sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan yaitu 60 cm X 80 cm dan alat yang digunakan untuk membuat lubang tanam ada berbagai jenis. Misalnya kaleng silinder, ataupun alat yng dibuat secara khusus untuk membut lubang tanam.  Jarak tanam harus diatur dengan baik dan jangan terlalu rapat, karena dapat mengurangi penerimaan sinar matahari.  Tanaman tomat yang kurang menerima sinar matahari akan mengakibatkan proses fotosintesis tidak dapat berlangsung dengan baik.  Jarak yang terlalu rapat dapat mengakibatkan tingkat kelembaban menjadi tinggi dan persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara pun terjadi.  Ukuran ini juga digunakan oleh seluruh responden di lokasi penelitian.
6. Penanaman
Bibit seharusnya sudah diseleksi pada temat pembibitan sebelumnya diangkut ke lahan pertanaman.  Bibit tomat adapat dipindahkan ke lahan pertanaman apabila telah berumur antara 30 – 45 hari di pesemaian.  Bibit yang terpilih sebaiknya yang berpenampilan sehat, tumbuh subur dan tegak serta daunnya tidak ada yang rusak.
Bibit dirawat agar terhindar dari serangan hama dan penyakit.  Kesehatan bibit yang sudah terjamin baik dapat diperhastikan dari petumbuhannya yang normal dan tanaman tampak subur.
Bibit tanaman tomat di tempat pembibitan itu biasanya dinaungi atau tidak mendapat sinar matahari secara langsung.  Jadi sebelum ditanam di areal pertanaman, bibit itu harus cukup terbiasa mendapat sinar matahari langsung karena pada areal pertanaman tidak ada lagi yang dapat menaunginya.
Saat yang terbaik untuk menanam sayuran tomat adalah tiga hari sesudah lubang tanam dipersiapkan dan diusahakan pada pagi atau sore hari.  Pada saat pagid an sore hari, keadaan cuaca belum panas sehingga tanaman dapat terhindar dari kelayuan.  Kelayuan dapat terjadi karena tidak adanya keseimbangan antara jumlah air yang diserap oleh akar tanaman adengan proses transpirasi (penguapan) yang terjadi pada tanaman itu sendiri. Penanaman tomat pada umumnya ditanam dengan jarak 60 cm X 80 cm dengan jumlah rumpun satu rumpun setiap lubang tanam.  Penanaman dengan jarak ini digunakan oleh seluruh responden yang ada di lokasi penelitian.
7. Penyulaman
Penyulaman adalah kegiatan untuk mengganti tanaman yang mati, rusak atau yang pertumbuhannya tidak normal.  Penyulaman tanaman biasanya dilakukan antara 4-7 hari setelah tanam. Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang mati atau tumbuh secara abnormal dan bibit yang digunakan untuk menyulam haruslah berasal dari bibit yang sama dengan harapan tanaman yang ada tumbuh secara seragam.  Untuk perlakuan penyulaman ada yang 4-7 hari setelah tanam ada juga yang 3 hari karena pada saat itu sudah dapat terlihat adanya tanaman yang pertumbuhannya tidak normal.  Pertumbuhan yang tidak normal itu dapat terjadi disebabkan oleh kesalahan pada saat penanaman.
Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah bibit yang sengaja disisakan atau dibiarkan tumbuh pada lahan pembibitan sebagai bibit cadangan.  Bibibt yang digunakan untuk penyulaman adalah bibit yang sama umurnya dengan tanaman yang tidak disulam, sehingga pertumbuhan semua tanaman seragam.

8. Pemasangan ajir/turus
Pemasangan turus berguna untuk menegakkan tanaman tumbuh.  Tanaman tomat yang tingginya kira-kira 25 cm atau sekitar 21 hari sejak ditanam harus diberi ajir/turus atau penunjang.  Tanaman tomat yang memiliki batang yang kurang kuat untuk menopang pertumbuhannya harus dipasang turus untuk membantu menopang buah.  Selain itu, pemberian turus juga dapat menjadi tempat tanaman merambat vertikal ke atas dan tanaman mendapatkan pernyinaran sinar matahari yang lebih baik dibandingkan bila tanaman itu menjalar horizontal diatas tanah.
Turus/ajir atau alat penopang pertumbuhan tomat ini dapat dibuat dari bahan bambu yang ditancapkan tegak diatas tanah dekat pada batang tanaman.  Untuk menguatkan turus tetap tertancap tegak, maka setiap turus diikat pada bambu yang dibuat melintang.  Konstruksi turus dapat dibentuk dengan palang segitiga, yaitu posisi turus pada setiap tanaman dipasang miring sehingga ujung turus dapat disatukan dengan ujung turus yang berada di depan atau disebelahnya.   Konstruksi bangun ini seperti sangat sesuai bila sistem penanaman dilakukan dengan pola barisan berganda.
9. Pengikatan dan perempelan
Pengikatan tanaman bertujuan supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik, pengikatan menggunakan tali rafia. Perempelan tunas-tunas yang tumbuh berlebih penting dilakukan agar tanaman kurang mendapatkan persaingan unsur hara yang dibutuhkan, dan alat yang digunakan untuk merempel adalah gunting.
10. Pemupukan susulan
Pemupukan susulan dilakukan dengan metode kocor. Pupuk yang digunakan adalah jenis pupuk mutiara, pemupukan sistem kocor dilakukan dengan cara melarutkan pupuk mutiara dengan air dengan dosis yang telah ditentukan kemudian dikocorkan pada tanaman. Pemupukan diberikan sejak umur tanaman l5 - 60 HST.
11. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Tomat
Kerusakan pada suatu tanaman biasa disebabkan oleh faktor biotis, seperti sbangsa jamur, bakteri, insekta, virus dan gulma.  Untuk memberantas jamur digunakan fungisida, memberantas bakteri digunakan bakterisida dan memberantas insekta digunakan insektisida.  Untuk memberantas virus umumnya masih dilakukan dengan pencabutan kemudian dimusnahkan, sedangkan untuk memberantas gulma digunakan herbisida.
Hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena aktivitas hidupnya, terutana aktivitas untuk memperoleh makanan.  Hama tanaman memiliki kemampuan merusak yang sangat hebat.  Akibatnya tanamana dapat rusak atau bahkan tidak dapat menghasilkan sama sekali.
Hama pada tanaman terdiri dari atas hewan mamalia, serangga dan burung.  Hama tanaman berupa hewan mamalia terdiri dari tikus, babi hutan dan kera.  Hama tanaman berupa burung terdiri dari burung gelatik dan burung pipit.  Hama tanaman berupa serangga misalnya wereng, kutu daun, walang sangit, belalang, berbagai ulat dan berbagai kumbang.
Output Komoditas Tomat
Pengolahan Pasca Panen Tomat
Tomat termasuk sayuran buah yang sangat digemari. Banyak sekali penggunaan buah tomat, antara lain sebagai bumbu sayur, lalap, makanan yang diawetkan (saus tomat), buah segar, atau minuman (juice). Selain itu, buah tomat banyak mengandung vitamin A, Vitamin C, dan sedikit vitamin B.  
Tomat maupun produk pertanian lainnya merupakan hasil produksi petani yang dalam pemasarannya tidak dapat di tentukan oleh produsen (petani). Hingga saat ini harga produk pertanian selalu di tentukan atas kepandaian negosiasi pedagang dan konsumen, selalu terjadi tawar menawar. Sangat berbeda dengan produk pabrikan dimana pabrik yang menentukan harga setelah memperhitungkan jumlah biaya dan berapa keuntungan yang dinginkan. Tomat pada saat panen raya akan terjadi membludaknya produk di pasar, sedangkan konsumen jika tidak karena keperluan tertentu  cenderung belanja stabil (biasa-biasa saja) sehingga harga tomat akan jatuh, maka saat itulah petani perlu mengambil langkah agar tidak merugi seperti melakukan agribisnis tomat pada subsistem pengolahan dengan mengolah tomat menjadi berbagai jenis bahan makanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti saus tomat, manisan dan selai.
Lembaga Penunjang
Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi :
· Sarana Tataniaga     ·Perbankan/perkreditan          ·Penyuluhan Agribisnis
·Kelompok tani            ·Infrastruktur agribisnis           ·KUD
·BUMN                        ·Swasta                                   ·Penelitian Dan Pengembangan
·Pendidikan Dan Pelatihan     ·Transportasi               ·Kebijakan Pemerintah.
B.    Potensi Tomat
              Penawaran atau supply dari komoditas tomat di Indonesia dapat dilihat berdasarkan tingkat ketersediaan, produksi, ekspor dan luas panen. Dalam hal ini, penawaran tomat akan mengalami inflasi atau peningkatan secara besar apabila musim panen raya tomat. Dengan demikian, maka harga tomat akan mengalami penurunan seiring dengan banyaknya kuantitas yang ditawarkan oleh produsen. Begitu sebaliknya, apabila jumlah tomat yang ditawarkan sedikit, maka harga tomat akan mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan terjadinya scarcity (kelangkaan). Berikut adalah grafik terkait tingkat ketersediaan komoditas tomat di Indonesia:


Ketersediaan  tomat  merupakan  representasi  dari  total  konsumsi baik untuk kebutuhan konsumsi  rumah  tangga maupun kebutuhan  sector industri,  bibit,  tercecer,  dan  kebutuhan  lainnya.  sedangkan  tahun  2013  adalah  angka  sementara.  Perkembangan ketersediaan  tomat  sayur  pada  periode  2002-2013  cenderung meningkat, dengan  rata-rata  pertumbuhan  4,24%  per  tahun. Ketersediaan  tomat  sayur  tahun  2002  sebesar  2,46  kg/kapita/tahun dan pada tahun 2013 merupakan konsumsi terbanyak untuk tomat sayur yaitu sebesar  3,76  kg/kapita/tahun. Penggunaan  dari  ketersediaan  tomat  sayur  (NBM)  adalah  untuk pakan,  bibit,  diolah  untuk makanan  dan  bukan makanan,  tercecer,  dan bahan  makanan. perkembangan  ketersediaan  tomat  cenderung meningkat  dengan rata-rata pertumbuhan 5,50% per tahun. Sebagian besar ketersediaan tomat sayur tersebut digunakan untuk  bahan  makanan  dan  hanya  sebagian  kecil  yang  digunakan  untuk bibit dan  tercecer.
Berikut adalah grafik terkait tingkat luas panen di Indonesia:



Perkembangan luas panen tomat di Indonesia dalam kurun 1990-2013 mengalami fluktuasi. Namun, lebih cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 1,91% per tahun.
Berikut adalah grafik terkait produksi tomat di Indonesia:



Perkembangan produksi tomat di Indonesia dalam kurun 1990-2013 mengalami fluktuasi. Namun, lebih cenderung meningkat dengan pertumbuhan sebesar 6,27% per tahun. Terjadinya fluktuasi produksi tomat dikarenakan beberapa factor diantaranya adanya peningkatan luas lahan, bibit yang unggul, serangan OPT yang minim atau dapat diantisipasi, iklim dan lain-lain. Sedangkan penurunan produksi disebabkan karena adanya konversi lahan, harga tomat menurun, permintaan rendah, beralih menanam komoditas lain dan lain-lain.
Berikut adalah grafik perkembangan ekspor tomat:


Perkembangan  volume  ekspor  tomat  selama  periode  2000-2013  cenderung  fluktuatif. Kode  HS  yang  digunakan  untuk  tomat adalah 0702000000  (tomat segar/dingin). Pada tahun 2000 volume ekspor tomat Indonesia sebesar 2.373 ton dan turun menjadi 365 ton pada tahun  2013  atau  meningkat  sebesar  54,65%  per  tahun.  Volume  ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2000. Negara  tujuan  utama  ekspor  tomat  Indonesia  adalah  Singapura dengan  volume  ekspor  sebesar  24.813  ton  atau  berkontribusi  67,91% terhadap  total  ekspor  tomat  Indonesia  pada  tahun  2013. Negara  tujuan  ekspor  tomat  Indonesia  berikutnya  adalah  Malaysia  dan Pakistan masing-masing dengan volume ekspor sebesar 8.929 ton (24,44%) dan  2.700  ton  (7,39%).  Negara  lainnya  hanya  berkontribusi  0,26% terhadap  volume  ekspor  tomat  Indonesia  tahun  2013. 
Penawaran komoditas tomat dapat diperoleh dengan menggunakan data produksi dan ekspor tomat di Indonesia. Berikut adalah model penawaran tomat:
ST= QT-XT
Keterangan:
ST= Supply tomat (Ton)                      XT= Ekspor tomat (Ton)
QT= Quantity tomat (Ton)
Permintaan atau demand dari komoditas tomat di Indonesia dapat dilihat berdasarkan tingkat konsumsi, impor dan harga. Dalam hal ini, permintaan tomat akan mengalami inflasi atau peningkatan secara besar apabila harga tomat mengalami penurunan, dimana sesuai dengan hukum permintaan. Permintaan komoditas tomat diperoleh dari rumah tangga, industri pengolahan saos, selai, dan warung makan.
Berikut adalah grafik terkait perkembangan konsumsi tomat:

Perkembangan konsumsi tomat untuk kebutuhan rumah tangga berdasarkan hasil survei SUSENAS oleh BPS, konsumsi  tomat  ini  terdiri  dari  tomat  sayur  dan  tomat  buah.    Pola perkembangan konsumsi  tomat  sayur pada periode 2002-2013 cenderung fluktuatif  dengan  rata-rata  pertumbuhan  12,19%  pertahun.  Konsumsi  tomat  sayur  tahun  2002  sebesar  1,54  kg/kapita/tahun dan  pada  tahun  2013  konsumsinya  meningkat  menjadi  1,72 kg/kapita/tahun. Konsumsi tomat sayur tertinggi dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 2,23 kg/kapita/tahun. Perkembangan konsumsi tomat buah selama  periode  2002-2013  cenderung  datar  dan  tidak  terjadi  banyak peningkatan.  Tahun  2002  konsumsi  tomat  buah  sebesar  0,02 kg/kapita/tahun  dan  meningkat  menjadi  0,05  kg/kapita/tahun  pada tahun  2013  dengan  rata-rata  pertumbuhan  27,78%  per  tahun.  Konsumsi tomat  buah  tertinggi  dicapai  pada  tahun  2011  yaitu  sebesar  0,06 kg/kapita/tahun.  Sedangkan  perkembangan  konsumsi  total  tomat  yang merupakan  total  konsumsi  dari  tomat  sayur  dan  tomat  buah  cenderung berfluktuatif  menyerupai  perkembangan  konsumsi  tomat  sayur.  Hal  ini menunjukkan  konsumsi  tomat  didominasi  oleh  tomat  sayur.  Tahun  2002 konsumsi  tomat  sebesar  1,55  kg/kapita/tahun  dan  meningkat  menjadi 1,76 kg/kapita/tahun dengan rata-rata pertumbuhan 3,66%/tahun.
perkembangan  volume  impor  tomat  Indonesia selama  periode 2000-2013  juga  cenderung  fluktuatif  sebagaimana perkembangan volume ekspornya. Rata-rata  pertumbuhan volume  impornya  sebesar  62,66%  per  tahun.  Tahun  2000  volume  impor tomat  sebesar  607  ton  dan  pada  tahun  2013  volume  impornya  turun menjadi  11  ton.  Volume  impor  tertinggi  dicapai  pada  tahun  2002  yaitu sebesar 1.711 ton dengan laju pertumbuhan 654,28% terhadap tahun 2001.
Berikut adalah grafik perkembangan harga tomat:

Berdasarkan data dari BPS, perkembangan harga produsen  tomat  sayur  di  Indonesia  pada  tahun  2005-2013  cenderung  meningkat  dengan rata-rata  pertumbuhan  sebesar  12,08%  per  tahun. Tahun 2005 harga produsen tomat sayur sebesar Rp. 2.655 per Kg kemudian naik menjadi Rp. 6.405 per Kg pada tahun 2013. Harga tomat tertinggi dicapai pada tahun 2013 dengan pertumbuhan 3,76% terhadap tahun 2012. Sedangkan perkembangan harga  tomat  sayur  Indonesia di  tingkat konsumen  selama  periode  2005-2013  juga  cenderung meningkat  dengan rata-rata  pertumbuhan  sebesar  17,33%  per  tahun.  Pada  tahun 2005 harga konsumen tomat sayur sebesar Rp. 4.144 per Kg. Tahun 2013 harganya meningkat menjadi Rp. 14.195 per Kg. Sebagaimana pada harga produsen, harga konsumen tomat tertinggi juga dicapai pada tahun 2013 dengan pertumbuhan 5,44% terhadap tahun 2012.  Selama  tahun  2005-2013  terdapat  disparitas  harga  tomat  di tingkat produsen dan konsumen yang semakin besar dari tahun ke tahun.
C.    Permasalahan Komoditas Tomat
Adapun  permasalahan  yang dihadapi  dalam  pembangunan hortikultura  :
 a. Payung  hukum belum  sepenuhnya  menjadi acuan  penetapan  kegiatan
    hortikultura.
     Berbagai  regulasi  terkait hortikultura mempunyai dampak positif dalam memberikan  perlindungan  hukum  terhadap  aktivitas  hortikultura. Namun demikian, penerapan beberapa regulasi masih belum sepenuhnya
dipatuhi oleh pelaku hortikultura.
b. Pembinaan  teknis belum  optimal
   Salah satu faktor yang mengakibatkan rendahnya produksi, produktivitas
   dan  kualitas  hortikultura  adalah  belum  optimalnya  pembinaan  teknis.
c. Kapasitas  SDM belum  memadai
Kapasitas  SDM  yang  kompeten,  komitmen  dan  berdedikasi  dalam membangun  hortikultura  secara  utuh  dan  terintegrasi  dirasa  masih belum  mampu  memberi  energi  pada  percepatan  pengembangan hortikultura  di  Indonesia.     
d. Fasilitasi penyiapan  persyaratan  tekinis belum  optimal.
e. Kelembagaan hortikultura masih lemah
Petani  hortikultura  masih  memiliki  daya  tawar  yang  lemah  disbanding pelaku  usaha  lainnya. Hal  ini  disebabkan  oleh masih  lemahnya  fungsi atau peran dari kelembagaan hortikultura  (Poktan, Gapoktan, Asosiasi). Kesadaran  petani  untuk  berkelompok  masih  rendah  serta  peran  dari beberapa  kelembagaan  yang  sudah  terbentuk  (sebagai  contoh  :  Dewan Hortikultura  Nasional,  Asosiasi  Eksportir  dan  Importir,  koperasi  dan lainnya) masih lemah. 
f. Penerapan inovasi teknologi belum optimal
Produktivitas  hortikultura  sangat  bergantung  pada  inovasi  dan penerapan  teknologi.  Sampai  saat  ini  banyak  petani  hortikultura  yang masih menggunakan  teknologi konvensional. Hal  ini menyebabkan daya saing produk hortikultura masih lemah. 
g. Berfluktuasi Harga
 Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi bergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu perbulan, perminggu bahkan perhari atau dapat terjadi dalam jangka panjang. Keadaan tersebut menyebabkan petani sulit melakukan perencanaan produksi, pedagang juga sulit dalam memperkirakan permintaan.
h. Adanya serangan OPT (organisme penggangu tanaman).
1.    Produksi tomat di Indonesia rata-rata masih rendah, yaitu 6,3 ton/ha apabila dibandingkan dengan negara-negara seperti Taiwan, Saudi Arabia, dan India dengan hasil produksinya adalah 21 ton/ha, 13,4 ton/ha, dan 9,5 ton/ha. Kendala dari rendahnya produksi tomat yang ada di Indonesia adalah varietas yang tidak cocok, pengkulturan yang kurang baik, atau pemberantasan hama dan 2 penyakit yang kurang efisien.

D. Kebijakan Pemerintah
a. Pengendalian Inflasi
Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan dapat dikendalikan dengan  :  peningkatan  produksi  pada  bulan-bulan  kelangkaan  produk, penataan  rantai  pasok,  serta  pengendalian  ekspor  impor  produk hortikultura.
b. Peningkatan kemampuan substitusi impor.
Untuk  mengatasi  tingginya  impor  dapat  dilakukan  melalui  :  inovasi  teknologi, market intelligance, keterpaduan dukungan dari semua pihak, meningkatkan produksi, meningkatan mutu dan performance beberapa komoditas  yang  dapat  mensubstitusi  produk  impor.
c. Pembangunan hortikultura ramah lingkungan.
Isu  ini  menjadi  perhatian  dalam  pengembangan  hortikultura  karena tidak  terkendalinya  penggunaan  bahan-bahan  kimia  seperti  pestisida, pupuk,  bahan  pengawet  lainnya  di  dalam  proses  produksi  dan pascapanen hortikultura.
d. Pemanfaatan hasil kreatifitas, inovatif dan kearifan lokal. 
Inovasi  teknologi  hortikultura  dapat  dihasilkan  dengan memanfaatkan  kearifan  lokal. Hal  ini memudahkan  penerapan  inovasi  teknologi  yang aplikatif pada masyarakat, karena  tidak perlu merubah kebiasaan dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk menerapkannya.
e. Peningkatan  kecintaan  dan  apresiasi  terhadap  produksi  hortikultura
nusantara.
pembangunan  hortikultura  ke  depan  tidak  hanya berorientasi  pada  produksi,  pasar,  namun  juga  harus  dapat meningkatkan  kesadaran  konsumen  Indonesia  untuk  gemar mengkonsumsi produk hortikultura dalam negeri dibandingkan produk impor.
f. Kemitraan usaha hortikultura yang tangguh.
Salah  satu  penyebab  lemahnya  daya  tawar  petani  adalah  lemahnya fungsi dari kelembagaan petani. Dengan adanya kelembagaan yang kuat yang dapat membantu kelompok tani dalam beragribisnis melalui pola-pola kemitraan.
g. Dalam rangka memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak  negative dari produk impor holtikultura Kementrian Pertanian menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dan Kementrian Perdagangan menerbitkan Ketentuan Impor Produk Holtikultura (KIPH).
h. Kebijakan RIPH disertai pengaturan pelabuhan masuk untuk produk holtikultura. Permentan No. 42/2012 mengatur tentang tindakan karantina tumbuhan untuk impor buah dan sayuran buah segar ke dalam wilayah Republik Indonesia.

E. Analisis Kelayakan Usaha

Studi Kasus Pada Usahatani Tomat Di Kelurahan Boyaoge Kecamatan Tatanga Kota Palu:
Berdasarkan hasil analisis pada studi kasus tersebut diperoleh:
·          Rata-rata produksi tanaman  tomat  di  Kelurahan  Boyaoge selama  satu  kali  musim  tanam  adalah sebesar 6.454,49 Kg/0,48 ha/MT atau dengan konversi  satu  ha  adalah  sebesar  13.486,99 Kg/ha/MT,  dengan  harga  jual  sebesar      Rp.  3.000/Kg,  sehingga  rata-rata  penerimaan petani tomat  di Kelurahan  Boyaoge  adalah sebesar  Rp.  19.363.457/0,48  ha/MT  atau adalah sebesar Rp. 40.460.955/ha/MT.
·        Total  rata-rata  biaya  tetap  yang dikeluarkan  dalam  kegiatan  usahatani tomat di Kelurahan Boyaoge adalah sebesar Rp.  2.938.014,14/0,48  ha/MT  atau  adalah sebesar Rp. 6.139.133/ha/MT.
·        Total  biaya  variabel  yang dikeluarkan  responden  dalam  kegiatan usahatani  tomat  di  Kelurahan  Boyaoge adalah  sebesar  Rp.  8.058.457/0,48  ha/MT atau adalah  sebesar Rp. 16.838.567/ha/MT. Maka total keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tomat di Kelurahan Boyaoge adalah  sebesar Rp.  10.996.471/0,48  ha/MT atau sebesar Rp. 22.977.700,17/ha/MT. 
·        Total  biaya  yang  di  keluarkan  oleh  petani dalam satu kali musim tanam adalah sebesar Rp.  10.996.471/0,48  ha/MT  atau  sebesar  Rp. 22.977.700,17/ha/MT.
Berikut adalah analisis pendapatan usaha tani:

·        Penerimaan.  Rata-rata  penerimaan  yang diterima oleh petani di Kelurahan Boyaoge adalah sebesar Rp. 19.363.457/0,48 ha/MT, atau  sebesar  Rp.  40.460.955,22/ha/MT. Rata-rata  Pendapatan  usahatani  tomat  di Kelurahan Boyaoge selama satu kali musim tanam adalah sebesar Rp. 8.366.987/0,48 ha/MT atau adalah sebesar Rp. 17.483.255,05/ha/MT.
·        Hasil analisis kelayakan usaha: R/C = 1,76. Artinya R/C > 1. Dengan demikian penerimaan lebih besar daripada total biaya yang dikeluarkan. Maka  usahatani  tomat  di  Kelurahan Boyaoge  Kecamatan  Tatanga  Kota  Palu layak untuk  diusahakan.
R/C  = 40.460.955,22 / 22.977.700,17 = 1,76
Keterangan:
R= Revenue (penerimaan           C= cost (biaya)
F. Saran atau Rekomendasi
1. Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dapat lebih memperhatikan petani dalam mendapatkan benih dan pupuk yang berkualitas tinggi supaya bisa mendapatkan hasil yang lebih besar.
2. Adanya peran pemerintah daerah dalam penentuan harga yang stabil, sehingga pihak produsen/petani tidak dirugikan ketika terjadi panen raya.

LAMPIRAN

Data ketersediaan Tomat
                                                                                   

Data luas panen komoditas Tomat



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Outlook Komoditi Tomat. Jakarta: PUSDATIN.
Rismundar. 2001. Tanaman Tomat. Sinar Baru. Bandung: Algensindo.

Said. 2007. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya..

Sagala. 2009. Respon pertumbuhan dan produksi tomat (Solanu lycopersicumMill) dengan pemeberian unsure hara makro-mikro dan blontong. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta.: Universitas Indonesia.


 Disusun oleh:

1. Diana Mubarokah
2. Marcelina Rieke Yumaretha
3. Yudi Chahyanto Simanjuntak

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Format Penulisan Laporan PKL/Skripsi

Cara Membuat Blog